Rabu, 25 November 2015

TUGAS SOFTSKILL

NAMA                : SITI RAHAYU W
NPM                     : 27212082
KELAS                : 4EB18
MATA KULIAH : ETIKA PROFESI AKUNTANSI

1.      Pengertian Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya.

2.      Ciri-ciri Profesi :
·         Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini  dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
·         Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
·         Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
·         Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
·         Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

3.      Prinsip-Prinsip Etika Profesi
a.       Prinsip tanggung jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya.
b.      Prinsip keadilan
Prinsip yang menuntut seseorang yang profesional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu.
c.       Prinsip otonomi
Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
d.      Prinsip integritas moral
Seorang yang profesional adalah orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi.

4.      Sebutkan Prinsip-prinsip umum etika bisnis ? Jelaskan !
Menurut (Sonny Keraf, 1998, dikutip oleh Arijanto, 2011), prinsip-prinsip etika bisnis meliputi :


a.       Prinsip otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
b.      Prinsip kejujuran
Kegiatan bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil jika tidak didasarkan atas kejujuran.
·         Jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
·          Kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding.
·         Jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
c.       Prinsip keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
d.      Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
e.       Prinsip integritas
Dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan, karyawan, maupun perusahaannya.

5.      Jelaskan prinsip bisnis dan manajemen Matsushita Inc !
Pada bulan Juli 1933 Konosuke Matsushita memberi prinsip berikut ini yang menjadi pedoman kegiatan sehari-hari dan menjadi pendorong bagi setiap orang dalam perusahaannya :
a.       Semangat pelayanan melalui industry (yang dijalankan perusahaan itu) 
b.      Semangat fairness 
c.       Semangat harmoni dan kerjasama
d.      Semangat kerja keras untuk maju 
e.       Semangat hormat dan rendah hati 
f.       Semangat mengikuti hukum alam 
g.      Semangat bersyukur
Selain prinsip-prinsip tersebut Matsushita percaya “bahwa setiap perusahaan betapapun kecilnya harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas selain mengejar keuntungan.” Tujuan-tujuan itulah yang membenarkan keberadaannya di tengah kita. Bagi saya tujuan-tujuan seperti itu merupakan suatu panggilan, suatu misi secular bagi dunia ini. Kalau pejabat eksklusif utama telah memiliki misi ini, ia dapat memberitahukan kepada para pegawainya apa yang ingin dicapai oleh perusahaan itu, dan menjelaskan hakikat serta cita-citanya. Jika para pegawai memahami bahwa mereka tidak hanya bekerja untuk sesuap nasi, mereka akan dimotivasi untuk bekerja keras secara bersama demi mewujudkan tujuan bersama tadi. Dalam proses tersebut mereka akan belajar lebih dari yang mereka peroleh kalau hanya tujuan mereka dibatasi pada skala upah saja. Mereka akan tumbuh sebagai manusia, sebagai warga Negara, dan sebagai orang bisnis.
Bagi Matsushita, prinsip yang juga harus dipegang adalah bahwa entah anda berhubungan dengan industry khusus tertentu, sebuah komunitas atau sebuah bangsa, hal yang paling penting untuk diingat adalah memperhatikan semua pihak secara keseluruhan. Pada akhirnya kepentinganmu sendiri paling bisa dijamin, kalau kepentingan semua orang terlayani.     
Sumber :



Sabtu, 07 November 2015

TUGAS KASUS ETIKA PROFESI AKUNTANSI PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN


I. LATAR BELAKANG KASUS
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1.      Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2.      Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3.      Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.      Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
2. PEMBAHASAN KASUS
1.      Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI  yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi.
2.      Analisis 5 Question Approach:
2.1       Profitable
1.      Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut.
2.      Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
2.2       Legal
PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar  Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung.
1.      Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana   dan atau cara apa pun
2.      Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
3.      Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
2.3       Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.
1.      Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
2.      Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.4       Right
1.      Hak-hak Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/tidak akurat.
2.      Pemerintah; dirugikan karena pajak yang diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
2.5       Suistainable Development
Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen (motivasi bonus).

2.6       Prinsip Etika Yang Dilanggar
Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1.      Tanggung jawab profesi. Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2.      Kepentingan Publik. Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3.      Integritas. Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4.      Objektifitas. Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5.      Kompetensi dan kehati-hatian  professional. Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6.      Perilaku professional. Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7.      Standar teknis. Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
2.7       Sikap Yang Diambil
2.7.1   Manajemen PT KAI
1.      Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
2.      Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.
2.7.2   KAP S. Manan & Rekan & Rekan
1.      Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi
2.      Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat
3.      Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.
2.8       Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
1.      Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2.      Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.
3.      Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4.      Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.
5.      Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6.      Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
7.      Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
8.      Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan asset.
9.      Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian  yang tidak masuk akal
10.  Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
11.  Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.
III. KESIMPULAN
Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi yang dijelaskan oleh tulisan blog saya sebelumnya.
Daftar Pustaka
IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia. 1998
Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006


Selasa, 29 September 2015

REVIEW JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Review Jurnal :PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR dan ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS”
Pengarang : A.M. Kurniawanda
PENDAHULUAN
Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas Negara, kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi. Eksternal auditor yang independen menjadi salah satu profesi yang dicari. Profesi auditor diharapkan oleh banyak orang untuk dapat meletakkan kepercayaan pada pemeriksaan dan pendapat yang diberikan sehingga profesionalisme menjadi tuntutan utama seseorang yang bekerja sebagai auditor eksternal.
Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi eksternal auditor dicerminkan dalam lima dimensi menurut Hall R Syahrir, (2002 : 7), yaitu : 1. pengabdian pada profesi, 2. kewajiban sosial, 3. kemandirian, 4. kepercayaan  pada profesi, 5. hubungan dengan rekan seprofesi. Eksternal auditor yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Untuk memenuhi perannya yang membutuhkan tanggung jawab yang besar, eksternal auditor harus mempunyai wawasan yang luas dan pengalaman yang memadai sebagai eksternal auditor.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apakah profesionalisme auditor dan etika profesi secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas ?. Adapun Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa profesionalisme auditor dan etika profesi berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
METODE PENELITIAN
1. Operasionalisasi Variabel
Pada penelitian ini variabel independennya adalah  profesionalisme auditor yang terdiri dari pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan pada profesi, hubungan dengan sesama profesi dan etika profesi. Sedangkan variabel dependennya adalah pertimbangan tingkat materialitas.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah auditor independen yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di Palembang yang berjumlah 9 KAP. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang ada di KAP di Palembang yaitu berjumlah 62 auditor.
3. Jenis dan Sumber Data        
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian (Indriantoro, 2009). Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode survei menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden.
PEMBAHASAN
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Materialitas. Sedangkan secara parsial variabel Profesionalisme Auditor yang terdiri dari Pengabdian Pada Profesi, Kewajiban Sosial, Kemandirian, Keyakinan Pada Profesi, Hubungan Sesama Profesi, ada tiga variabel yang berpengaruh terhadap tingkat materialitas yaitu : kemandirian, keyakinan terhadap profesi, dan etika profesi. Sedangkan pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, dan hubungan sesama profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
1.   Pengaruh pengabdian terhadap profesi terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel pengabdian terhadap profesi diperoleh nilai p value sebesar 0,815 dan thitung 0,236. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka pengabdian terhadap profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
2.   Pengaruh kewajiban sosial terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel kewajiban sosial diperoleh nilai p value sebesar 0,837 dan thitung 0,207. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka kewajiban sosial tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
3.   Pengaruh kemandirian terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel kemandirian diperoleh nilai p value sebesar 0,017 dan thitung 2,480. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka kemandirian berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
4.   Pengaruh keyakinan terhadap profesi terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel keyakinan terhadap profesi diperoleh nilai p value sebesar 0,007 dan thitung 2,791. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka keyakinan terhadap profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
5.   Pengaruh hubungan sesama profesi terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel hubungan dengan sesama profesi diperoleh nilai p value sebesar 0,479 dan thitung 0.713. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka hubungan dengan sesama profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
6.   Pengaruh etika profesi terhadap tingkat materialitas.
Dari hasil pengujian hipotesis variabel etika profesi diperoleh nilai p value sebesar 0,000 dan thitung 4,791. Oleh karena p value lebih besar dari 0.05, maka etika profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kesimpulan sebagai berikut Secara simultan Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Materialitas. Sedangkan secara parsial variabel Profesionalisme Auditor yang terdiri dari Pengabdian Pada Profesi, Kewajiban Sosial, Kemandirian, Keyakinan Pada Profesi, Hubungan Sesama Profesi, ada tiga variabel yang berpengaruh terhadap tingkat materialitas yaitu : kemandirian, keyakinan terhadap profesi, dan etika profesi. Sedangkan pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, dan hubungan sesama profesi tidak berpengaruh terhadap tingkat materialitas.



- See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-link-otomatis-di-blogger.html#sthash.eLFlYo0q.dpuf