Akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin meluas bahkan merajalela, korban bukan hanya berjumlah satu atau dua orang bahkan sudah ratusan orang. Tawuran yang terjadi saat ini bukan hanya tawuran yang terjadi antar kampung yang bertetangga tetapi sudah terjadi di lingkungan sekolah yang dilakukan oleh para pelajar yang seharusnya bersaing untuk mendapatkan prestasi yang baik.
Jumlah tawuran yang terjadi di lingkungan remaja sangat memprihatinkan karena banyaknya jumlah korban yang berjatuhan setelah menurunnya jumlah peristiwa tawuran tahun lalu. Pada tahun 2010 tercatat 102 peristiwa tawuran dengan korban meninggal dunia sebanyak 17 orang, pada tahun 2011 terdapat 96 kasus dengan korban meninggal sebanyak 12 orang dan untuk tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi 103 kasus tawuran dengan korban jiwa sebanyak 17 orang.
Seperti tawuran yang terjadi antara SMA 87 dengan SMA Kartika di Bintaro tangerang pada 6 Agustus 2012 yang membuat seorang pelajar SMA Kartika bernama Jeremy Hasibuan meninggal dunia setelah terkena bacok dibagian kepala. Pada 29 Agustus 2012, tawuran pelajar SMP Negeri 6 Buaran dan pelajar SMP 194 Duren Sawit di perlintasan kereta dekat Stasiun Buaran, Jakarta Timur mengakibatkan Jatsuli tewas tertabrak kereta rel listrik saat tawuran berlangsung.
Pada 30 Agustus terjadi tawuran pelajar di sekitar Stasiun Klender, Jakarta Timur. Seorang pria 64 tahun, Rohiman, tewas tertabrak akibat berusaha menyelamatkan diri dari tawuran. Satu jam kemudian, para pelajar kembali bentrok di bawah jalan layang Pondok Kopi, Jakarta Timur. Bentrokan ini menewaskan Ahmad Yani, siswa kelas X SMK Negeri 39 Cempaka Putih, Jakarta Pusat, karena terkena sabetan senjata tajam. Hari itu puluhan pelajar SMK Widya Darma dan SMK Muhamadiyah juga bentrok di Jalan Raya Tlajung Udik selama dua jam, hingga mengakibatkan seorang siswa SMK Muhamadiyah, Rudi Noval Ashari, tewas ditebas samurai.
Tawuran tidak berhenti sampai disitu, pada 12 September 2012, tawuran terjadi antara siswa SMK Panmas dengan SMK Baskara mengakibatkan Dedi Triyuda (17 tahun), siswa kelas dua SMK Baskara, tewas dibacok dengan celurit dan dilempari batu. Tawuran kembali terjadi kembali pada 24 September antara SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70 Bulungan yang menewaskan Alawy Yusianto Putra (15 tahun) siswa kelas X.8. Diduga ada pihak yang memelopori tindakan tidak terpuji tersebut termasuk dikalangan Alumni. Dan insiden terakhir terjadi 26 September antara siswa SMA Karya 66 dan SMK Karya Zeni di Matraman, yang menewaskan Deni Yanuar.
Peristiwa tersebut terjadi bukanlah tanpa sebab, karena apabila ditelusuri lebih jauh banyak sekali faktor-faktor yang dapat memacu terjadinya aksi tawuran baik secara internal seperti kurangnya pengendalian diri dan kurangnya iman dan secara eksternal atau pengaruh dari luar seperti kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua, lingkungan pergaulan yang kurang baik, tontonan yang tidak layak serta minimnya pengetahuan tentang agama dan kewarganegaraan.
Apabila diperhatikan, saat ini banyak sekali tontonan atau permainan yang banyak menggunakan kekerasan. Bukan tidak mungkin apabila para pelaku tawuran terpengaruh oleh film-film dan permainan yang mengandung unsur kekerasan. Disinilah peranan orang tua yang menjadi jaminannya, banyak sekali orang tua yang sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak dapat lagi memperhatikan segala sesuatu gerak-gerik anak. Umur seseorang tidak menjamin dewasanya pemikiran orang tersebut, jika dipikir secara logika harusnya seorang pelajar apalagi pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah harus bisa membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang harus dilakukan atau dijauhkan. Lingkungan pergaulan juga sangat berpengaruh terhadap jalan pikiran seseorang karena kecil kemungkinan bila seorang yang bergaul dengan kalangan yang memiliki etika buruk dan brutal dapat menjadi seseorang yang berperilaku baik. Jika orang tua tidak lagi dapat mengawasi dan pengaruh lingkungan sekitar telah meracuni jalan pikiran seseorang maka imanlah yang dapat menyelamatkan moral seseorang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar